Demam Lassa
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Rodentia adalah hewan pengerat yang memuliki banyak
jenis, yaitu ada aquatic rodent
(rodent yang hisup di air), leaping
rodent (rodent yang biasanya hidup di rumput atau padang pasir), tunneling rodent(rodent yang hidup di
terowongan) dan tree-dwelling rodent (rodent
yang hidup terutama di pohon).
Berdasarkan sudut ilmu kesehatan lingkungan, keempat
jenis rodent tersebut perlu mendapatkan pengawasan yang seksama. Namun,
pengawasan rodentia mengenal prioritas sehingga yang paling perlu untuk
dilakukan pengawasan adalah golongan tunneling
rodent. Hal tersebut dikarenakan, hewan pengerat golongan ini senang hidup
di lingkungan pemukiman manusia (Yudhastuti, 2011:11).
Salah satu golongan tunneling
rodent adalah tikus. Tikus merupakan hewan liar dari golongan mamalia dan
dikenal sebagai hewan pengganggu dalam kehidupan manusia. Hewan pengerat dan pemakan segala jenis makanan (omnivora) ini sering
menimbulkan kerusakan dan kerugian dalam
kehidupan manusia antara lain dalam bidang pertanian, perkebunan, permukiman dan kesehatan. Tikus sudah mampu
beradaptasi dengan baik serta
menggantungkan dirinya pada kehidupan manusia dalam hal pakan dan tempat tinggal. Selain itu, tikus dapat membahayakan
manusia karena mampu menularkan penyakit
pada manusia.
Tikus mampu menularkan
penyakit pada manusia dengan membawa benih penyakit, pinjal, kutu, bakteri dan
parasit. Binatang dari suku Murides ini dikenal sebagai sumber beberapa
penyakit zoonosis. Beberapa jenis
penyakit yang ditularkan oleh tikus antara lain Pes/Plaque, Leptospirosis, Scub Typhus, Murine Thypus, Rat Bite Fever,
Salmonellosis, Lymphatic Chorionmeningitis, Hantavirus Pulmonary Syndrome dan
Lassa Fever.
Lassa Fever atau demam berdarah lassa
adalah salah satu jenis penyakit yang ditularkan oleh tikus dengan akibat yang
berbahaya. Infeksi endemik terjadi di
negara-negara Afrika Barat, dan menyebabkan 300-500.000 kasus setiap tahunnya
dengan kematian sekitar 5.000 jiwa.
Data terbaru sedikitnya
40 orang telah meninggal di seluruh Nigeria akibat wabah demam berdarah lassa
selama 6 minggu dan ada 397 kasus telah dilaporkan pada 22 februari 2012 lalu.
Dari 397 kasus tersebut, ada 87 kasus yang telah dikonfirmasi positif oleh
pejabat medis setempat. Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit
melihat waktu kejadian yang hanya 6
minggu (Antara news).
Mikroba penyebab demam
berdarah lassa dapat dimanfaatkan sebagai senjata biologis karena memiliki
karakteristik sangat handal, dapat dibidikkan tepat ke
sasaran, murah, awet, tidak begitu tampak, manjur, mudah diperoleh, dan mudah
diangkut (Sudibya, 2012).
Penyakit demam berdarah lassa ini memang belum banyak
dikenal di Indonesia. Namun, tidak menutup kemungkinan penyakit ini dapat juga
menjadi wabah di Indonesia. Sebab, hewan pembawa penyakit ini adalah tikus yang
juga telah banyak menyumbang kasus wabah penyakit zoonosis di wilayah Indonesia. Berdasarkan berbagai data diatas,
penulis ingin melakukan sebuah studi pustaka mengenai penyakit demam berdarah
lassa sebagai tambahan wawasan tentang penyakit tersebut.
1.2
Pembatasan dan Rumusan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan makalah ini adalah tentang
penyakit demam berdarah lassa. Maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
“ Apa pengertian penyakit Demam Berdarah Lassa,
penyebabnya, bagaimana tikus sebagai vektor penyebab serta kemungkinan
terjadinya di Indonesia?”
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mempelajari
mengenai penyakit demam berdarah lassa yang terdiri dari pengertian, penyebab,
tikus sebagai vektor penyebab dan mengidentifikasi kemungkinan terjadi di
Indonesia
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mempelajari penyebab penyakit demam
berdarah lassa
2. Mempelajari bagaimana peran tikus sebagai
vektor dalam penyakit demam berdarah lassa
4. Mempelajari gejala penyakit demam
berdarah lassa
5. Mempelajari pengobatan penyakit demam
berdarah lassa
6. Mempelajari pencegahan penyakit demam
berdarah lassa
7. Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya
penyakit demam berdarah lassa
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan
ini adalah:
1.
Bagi Peneliti
Sebagai penambahan
wawasan yang telah dimiliki khususnya dalam bidang pengendalian vektor dan
rodent dan selain itu sebagai pemenuhan syarat Ujian Tengah Semester VII
2.
Bagi Pembaca
Sebagai penambahan
wawasan dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembelajaran
selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi
Demam Berdarah Lassa
Demam berdarah lassa adalah demam hemorrhagic virus akut yang pertama kali dideskripsikan tahun 1969
di kota Lassa, Nigeria. Kasus-kasus penyakit klinis lain telah dikenal lebih
dari sati dekade sebelumnya namun tidak ada yang berhubungan dengan penyakit
ini. Wabah penyakit ini telah diamati di Nigeria, Liberia, Sierra Leone,
Guinea, dan Republik Afrika Tengah.
Seperti demam hemorrhagic
lain, demam berdarah lassa juga dapat ditularkan langsung dari satu orang
ke orang yang lain. Penularan tersebut dapat melalui kontak oleh udara, urin
atau semen. Massa inkubasi demam berdarah lassa sekitar 10 hari (kisaran antara
3 sampai 21 hari).
Virus lassa dapat menginfeksi hampir setiap jaringan
dalam tubuh manusia. Dimulai dari mukosa, usus, paru-paru dan sistem urin
kemudian berkembang ke sistem vaskular.
2.2 Penyebab
Demam Berdarah Lassa
Penyebab penyakit demam berdarah lassa seperti telah
disebutkan diatas adalah dikarenakan oleh infeksi virus secara akut. Virus
penyebab penyakit demam berdarah lassa adalah Lassa Virus (LASV)/ Virus Lassa yang merupakan golongan arbovirus
dengan genus arenavirus dan family arenaviridae. Virus ini merupakan jenis
virus demam berdarah (Viral Hemorrhagic
Fever/VHF) pada primata baik manusia maupun non manusia. Virus lassa
merupakan virus RNA yang berantai tunggal dan ditemukan sekitar 30 tahun lalu.
Virus lassa ini dapat menetap dalam darah selama
berbulan-bulan setelah sembuh, karena itu penggunaan serum bagi orang yang baru
sembuh harus lebih berhati-hati.
Virus Lassa lebih jelas digambarkan pada hasil mikroskop
berikut ini:
Gambar 1. Virus Lassa
Sumber: Enria Delia, dkk (2012)
2.3 Reservoir
dan Transmisi Demam Berdarah Lassa
Demam berdarah lassa merupakan penyakit zoonosis yang berarti bahwa manusia
terinfeksi dari kontak dengan hewan yang terinfeksi. Hewan reservoir atau host
dari virus lassa adalah tikus dari genus Mastomys yaitu spesies Mastomys natalensis atau tikus
multimammate. Mastomys yang terinfeksi virus ini umumnya tidak menjadi sakit.
Tetapi mereka melepaskan virus dalam kotoran mereka berupa urin dan tinja.
Demam berdarah
lassa terjadi pada semua kelompok umur baik pada perempuan maupun pada
laki-laki. Orang yang paling beresiko adalah mereka yang tinggal di daerah
pedesaan dimana tikus Mastomys banyak ditemukan, terutama di daerah dengan
sanitasi yang buruk dan di daerah padat penduduk. Secara lebih ringkas,
gambaran peran tikus sebagai reservoir kejadian penyakit demam berdarah lassa
ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 2. Siklus
Transmisi Virus Lassa Dari Tikus ke Manusia
Sumber: Enria
Delia, dkk (2012)
Manusia biasanya terinfeksi virus Lassa dari paparan
kotoran tikus Mastomys yang terinfeksi dengan cara kontak/paparan langsung
dengan kotoran tersebut, misalnya dengan menyentuh kotoran yang terinfeksi.
Virus Lassa juga dapat menyebar antara manusia melalui kontak langsung dengan
darah, urin, feses atau cairan tubuh lainnya dari seorang dengan demam berdarah
lassa.
Sebenarnya belum ada bukti epidemiologis yang mendukung
penyebaran virus melalui udara antara manusia. Virus tersebut dapat pula
disebarkan melalui peralatan medis yang terkontaminasi seperti jarum suntik
yang digunakan kembali dan dapat pula melalui transmisi seksual.
2.4 Gejala
Demam Berdarah Lassa
Sekitar
80% dari infeksi pada manusia tidak menunjukkan gejala, 20 % kasus menunjukkan gejala/penyakit
yang berat/ parah mempengaruhi multi sistem, di mana virus
mempengaruhi beberapa organ dalam tubuh, seperti limpa, hati dan ginjal.
Masa
inkubasi Demam Berdarah Lassa berkisar 6-21 hari. Timbulnya penyakit ini biasanya
bertahap, dimulai dengan demam, kelemahan umum, dan malaise. Setelah
beberapa hari timbul sakit kepala,, sakit tenggorokan, nyeri otot, nyeri dada, mual, muntah,
diare, batuk, dan perut dapat mengikuti. Pada keadaan yang berat
berlanjut dengan gejala wajah bengkak, timbul cairan dalam rongga paru-paru, perdarahan
dari mulut, hidung, vagina atau saluran pencernaan, dan tekanan darah rendah, adanya protein dalam urin
(Proteinuria). Pada tahap
akhir dari penyakit dapat
terjadi shock, kejang, tremor,
disorientasi, dan koma. Tuli terjadi
pada 25% pasien pada masa pemulihan setelah 1-3 bulan. Transient rambut rontok dan gangguan
gaya berjalan mungkin terjadi selama pemulihan. Berikut ini disajikan gambaran presentase tanda dan gejala yang terjadi
pada demam berdarah lassa.
Gambar 3. Persentase Gejala dan Tanda Demam Berdarah
Lassa
Sumber: CDC (2012)
Secara klinis, demam berdarah lassa sulit dibedakan dari
demam hemorrhagic lain, seperti infeksi oleh virus ebola dan virus marburg dan
juga dari penyakit demam yang lebih umum seperti malaria.
2.5 Diagnosis Demam
Berdarah Lassa
Demam
Berdarah Lassa sangat bervariasi dan non-spesifik, diagnosis secara klinis
sering sulit untuk dilakukan, terutama pada awal perjalanan penyakit. Demam
Berdarah Lassa sulit untuk dibedakan dari banyak penyakit lainnya yang
menyebabkan demam, termasuk malaria, Shigellosis, demam tipus, demam kuning dan
demam berdarah virus.
Diagnosis
pasti hanya dapat dilakukan dengan pengujian di laboratorium yang sangat
khusus. Spesimen laboratorium
mungkin berbahaya dan harus ditangani dengan sangat hati-hati. Demam Berdarah
Lassa didiagnosis dengan deteksi antigen Lassa, antibodi anti-Lassa, atau
teknik isolasi virus. ELISA test untuk
antigen dan antibodi IgM memberikan 88% kepekaan dan 90% kekhususan untuk
mengetahui adanya infeksi.
2.6 Pengobatan
Demam Berdarah Lassa
Ribavirin
obat antivirus adalah pengobatan yang efektif untuk demam Lassa jika diberikan
pada awal perjalanan penyakit klinis. Tidak ada bukti untuk mendukung peran
ribavirin sebagai pengobatan profilaksis pasca pajanan untuk demam Lassa. Ribavirin adalah obat yang sepertinya mengganggu
replikasi virus dengan menghambat sintesis asam nukleat.
2.7 Pencegahan
Demam Berdarah Lassa
Pencegahan demam berdarah lassa dapat dilakukan dengan
melakukan promosi tentang kebersihan masyarakat yaitu dengan melakukan
pengendalian tikus.
1. Pemberantasan Tikus di Wilayah Pelabuhan
Dilaksanakan di daerah perimeter pel abuhan dengan teknik pemasangan perangkap,
baik perangkap hidup ( cage trap), maupun perangkap mati (back break
trap), dengan memelihara predator, memberikan poisoning (rodentisida),
dan lokal fumigasi (dengan Posphine).
2. Pemberantasan Tikus di Kapal dan di Peswat
Di kapal, dilakukan dengan fumigasi menggunakan fumigant yang
direkomendasikan yaitu SO2 dan HCN (WHO, 1972), namun di Indonesia sesuai
dengan SK DirJen PPM&PLP No. 716-I/PD.03.04.EI tanggal 19 Nopember 1990, tentang
fumigan yang digunakan untuk fumigasi kapal dalam rangka penerbitan SKHT bagi
kapal, adalah HCN, CH3 Br, dan SO2. Pada tahun 1998/1999 telah diterbitkan 42
sertifikat DC/SKHT dan 1.217 DEC/SKBHT ( Anonimus, 1999).
Di pesawat bahan fumigan yang direkomendasikan oleh WHO, hanyalah HCN (WHO,
1984).
Selain
itu, pengendalian infeksi juga dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian demam
berdarah lassa yaitu Anggota keluarga dan
petugas layanan kesehatan harus selalu berhati-hati untuk menghindari kontak dengan
darah dan cairan tubuh sambil merawat orang sakit. Pencegahan dengan
menggunakan pelindung untuk perawat harus dilakukan secara rutin terhadap penularan
virus Lassa. Namun, untuk keselamatan sebaiknya pasien yang diduga demam
Lassa harus dirawat di diruangan khusus “tindakan isolasi,” yang meliputi
mengenakan pakaian pelindung seperti masker, sarung tangan, gaun, dan perisai
wajah, dan sistematis sterilisasi peralatan yang terkontaminasi.
2.8 Identifikasi
Kemungkinan Kejadian di Indonesia
Berdasarkan hasil mempelajari demam berdarah lassa yang
telah menjadi wabah di Nigeria, dapat diidentifikasi bahwa demam berdarah lassa
ini juga dapat terjadi di Indonesia. Hal tersebut didasarkan sebab virus memang
mudah untuk menular dari orang ke orang yang lain. Selain itu, hewan reservoir
virus lassa ini adalah tikus yang juga banyak terdapat di Indonesia terutama di
daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Demam berdarah
lassa adalah demam hemorrhagic virus
akut yang disebabkan oleh Lassa Virus
(LASV)/ Virus Lassa
2.
Hewan reservoir
atau host dari virus lassa adalah tikus dari genus Mastomys yaitu spesies Mastomys natalensis atau tikus
multimammate
3.
Sekitar 80% dari
infeksi pada manusia tidak menunjukkan gejala, 20 % kasus menunjukkan gejala/penyakit
yang berat/ parah mempengaruhi multi sistem, di mana virus
mempengaruhi beberapa organ dalam tubuh, seperti limpa, hati dan ginjal.
4.
Ribavirin obat
antivirus adalah pengobatan yang efektif untuk demam Lassa
5.
Pencegahan demam
berdarah lassa dapat dilakukan dengan melakukan promosi tentang kebersihan
masyarakat yaitu dengan melakukan pengendalian tikus.
6.
Berdasarkan hasil
identifikasi studi pustaka ada kemungkinan demam berdarah lassa dapat terjadi
di Indonesia.
3.2 Saran
1.
Untuk perumahan
dengan jumlah penduduk yang padat disarankan untuk melakukan sanitasi
lingkungan dengan baik dan benar.
2.
Bagi yang pernah
melakukan kontak dengan tikus disarankan untuk segera melakukan diagnosa pada
pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Sudibya. Sekilas Tentang Bioterorisme. diakses
dari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=data%20kejadian%20demam%20lassa%20&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCsQFjAA&url=http%3A%2F%2Felib.fk.uwks.ac.id%2Fasset%2Farchieve%2Fjurnal%2FVol%2520Edisi%2520Khusus%2520Desember%25202011%2FSEKILAS%2520TENTANG%2520%2520BIOTERORISME.docx&ei=K3WOUL--JIOurAes4oCACg&usg=AFQjCNE_osFqTaIhgFDUPttf0UnIkckWfg
(Sitasi 25 Oktober 2012)
Anonim. Apakah Demam Lassa Itu?.
diakses dari http://www.news-medical.net/health/What-is-Lassa-Fever-%28Indonesian%29.aspx (Sitasi 24 Oktober 2012)
Anonim. Demam Berdarah Lassa. diakses
dari http://wietf.wordpress.com/2011/06/09/demam-berdarah-lassa/ (Sitasi 24 Oktober 2012)
Arvin, Behrman Klirgman. 2000 .Ilmu
Kesehatan Anak edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Weller, F.Barbara. 2005 . Buku Saku
Perawat edisi 22. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Yudhastuti, Ririh. 2011 . Pengendalian Vektor dan Rodent.
Surabaya: Pustaka Melati